Senin, 23 Januari 2017

SUNSHINE ABOUT LOVE


SUNSHINE ABOUT LOVE

  PART I

Gadis pagi
Setiap orang selalu berkata padaku, bahwa hidupku sempurna. Tapi diantara banyak orang itu tak da yang pernah tau apa yang kurasakan sesungguhnya. Hidupku. Betapa manisnya ketika mulutku membicarakan hidupku, namun ada banyak hal yang membuatku takut. Bahwa kehadiranku diantara semua orang tak pernah di pedulikan, itulah yang membuatku tak pernah melepas topengku.
Aku tersenyum getir menatap sosok di depanku. Gadis yang kelewat biasa, tak ada yang spesial di dalamnya. Semua nya terlalu biasa. Dengan rambut panjang sepinggang berwarna kecoklatan, rambut lurus selalu membuat orang berdecak kagum. Memiliki rambut bagus tidak membuat dia menyukaiku justru sebaliknya, menyakitkan bukan. Dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi dan bentuk tubuh yang lumayan berisi untuk tinggi badan seukuranya. Jika mempertanyakan wajahnya, wajahnya biasa, memiliki dua alis yang melengkung indah dan terlihat menyatu ketika bertautan, hidung yang tidak semancung tokoh tokoh utama dalam setiap novel yang ku baca. Bibir tipis bewarna merah jambu tanpa polesan apapun. Siapa gadis itu? Itu adalah pantulanku.
Ketika kau membaca kisahku kusarankan jangan terlau berharap lebih, mengerti. Karena setiap harapan itu memiliki konsekuesi untuk di kecewakan. Aku adalah salah seorang tokoh dalam kisahku sendiri. Aku juga bukan gadis berparas elok yang digilai banyak kaum adam. Aku bukan pula wanita berhati mulia sehingga memiliki banyak orang menyukaiku. Lalu , aku hanya ingin mengisahkan sedikit potongan episode dalam kehidupanku.
                                                                                ******
                Gadis itu berjalan dengan tergesa gesa menuruni anak tangga, tanpa memperludikan langkahnya. Hingga terjtuh di anak tangga kelima. Kakinya terasa seperti terhimpit oleh pintu, sangat nyeri, mungkin karena terkilir. Semua orang dalam hanya berlalu melawatiku, mengauhkannya. Padhahal mereka menyadari gadis itu terjatuh dari tangga. Semua acuh padanya, begitulah makanan sehari harinya. Berusaha untuk bangun sendiri, dan melangkah keluar menuju pintu rumah. Dengan langkah yang terseok seok dan rintihan yang lolos dari bibirnya, ia berjalan keluar.
Lelaki paruh baya itu sibuk menyesap rokoknya dalam dalam. Tanpa memerlukan hari masih pagi, dan juga mengotori udara pagi dikota yang masih bersih. Pandangan matanya mentap kosong ke arah depan. Dengan salah satu kaki ditimpa di kaki sebelahnya posisi seperti seorang  juragan, tak ada tanda tanda kesadaran akan sosok gadis tadi yang merangkap sebagai puteri nya telah berdiri di sisi kanan kursi yang di dudukinya. Hingga gadis itu berpamitan untuk berangkat sekolah dan menanyakan apakah beliau mau mengantarnya berangkat kesekolah ,yang gelengan sebagai jawabanya.
Gadis hanya tersenyum kecut, terbesit rasa sakit atas penolakan ayahnya untuk mengantarnya sekolah. Ia melanjutkan jalanya menuju sebuah pintu kayu jati tua yang sudah tua tapi terlihat kokoh disaat yang bersamaan, warna coklat dipintu itu alami bukan karna cat ataupun campur tangan manusia lainya
Ketika gadis seusia nya sudah diperbolehkan untuk ‘berteman dekat’ dengan laki laki. Maka tidak untuknya. Sekedar menyapa teman laki lakinya di jalan , bisa menimbulkan masalah besar. Itulah hal yang ia hindari sejak beberapa tahun lalu. Masa pubertasnya sangat buruk, dengan berbagai macam larangan dan perintah yang hilir mudik di hidupnya. Meski begitu ia tetap memaksakan diri untuk tetap tersenyum dan tertawa dalam hidupnya, setidaknya hal itu bisa mengalihkan perhatiannya walau hanya sementara.
                Sekolah,hanya sekolah dan segala tentangnya bisa membuatnya merasa tenang dan tidak sendirian. Di tatapnya sebuah gerbang berwarna coklat keemasan, gadis itu tersenyum simpul  dan melangkah masuk. Terlalu pagi hanya untuk sekolah. Dan nanti kalian akan tau kenapa ia selalu tergesa sega untuk berangkat sekolah. Rajin, bukan lah alasan utama nya.
                Angin sejuk masih berhembus sebelum nantinya pergi. Suara gemericik air dan  tiupan angin yang menampar dedaunan seolah menjadi lagu sambutan setiap pagi. Kesunyian tanpa merasa sendirian adalah impian, meski hanya untuk gadis itu. Langkah kaki nya terhenti di depan ruang kelasnya, dalam hati ia berdoa agar hari ini ia mendapat sedikit keberuntungan. Setelah membuka pintu dengan kunci pintu, hasil ia pinjam dari penjaga sekolah. Dan sedetik kemudian ia memasang topeng di wajahnya untuk mengawali dua detik setelah memasuki kelasnya.
                Gadis itu selalu menjadi anak pertama yang datang ke sekolah. Ketika matahari baru menyumbul keluar , gadis itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Tak heran , jika penjaga sekolah sering kali meminjamkan kunci kelas untuk gadis itu. Gadis berkuncir kuda itu , berhenti melangkah ketika sudah berada di bangku baris kedua dari depan, senyum tipis diulasnya. Didudukkan tubuhnya di bangku itu.
                Sambil menunggu jarum jam bergerak , waktunya ia habiskan untuk membaca novel yang ia pinjam dari perpustakaan. Perhalan namun pasti , ia sudah larut dalam novel yang ia baca. Novel membuatnya seperti orang gila, bisa tertawa sendirian, menangis meraung raung , dan ikut merasa gembira. Hanya di dengan membaca ia merasa hidup, selebihnya ia merasa sudah mati. Sayup sayup organ pendengaranya mendengar derap langkah kaki yang berjalan mendekat.
                Pelajaran pelajaran  kali ini, membuatnya meringis. Ia sama sekali tak mengerti apa yang sedari tadi gurunya jelaskan, aljabar. Matematika, yang dulunya adalah pelajaran favoritnya, justru kini ia benci mati matian. Bukankah perbedaan benci dan cinta hanya setipis benang. Matanya mengitari seluruh penjuru kelas, banyak temanya yang mengalami hal yang sama denganya –jenuh –namun ada diantaranya menatap papan ulis dengan binar semangat dan senang. Senang?, bagaimana mungkin melihat sebuah papan putih yang dipenuhi angka bewarna hitam yang tak beraturan bisa membuat senang,  seperti itulah pola pikirnya.
                Begitu bel pergantian jam berbunyi, tanpa sadar gadis itu terpekik girang. Hingga membuat beberapa pasang mata melihatnya tajam. Gadis itu teralu  ekspresif dan ceria, ia hanya menjawab tatapan itu dengan cengiran. Namun pekikan tak bisa mengubah apa yang terjadi, pelajaran itu berganti dengan pelajaran yang ia sukai,bahasa Indonesia. Meski untuk sebagian orang itu adalah pelajaran sepele, tapi tidak untuk nya. Permainan kata kata selalu membuatnya terbuai hingga melupakan semua sesak didadanya.
                Hari itu, semua berakhir seperti  hari hari sebelumnya. Menjalani hampir setengah hari disekolah di selingi senda gurau bersama teman, membuat hidup kita terasa lengkap. Hampir semua orang memikirkan hal sama. Teman untuk tempat kita membagi keluh dan kesah , Sekolah tempat dimana semua orang bisa meluapkan semua bebanya dengan tawa bersama teman temanya. Begitulah , sekolah dan teman yang saling bersinambungan.




bersambung>>>

RINDU ~ puisi



                                                 RINDU
Dalam bait bait rindu ini
Ku tersayat dan terluka
Luka yang menganga
Hingga tak dapat ku sembunyikan lagi
            Seberapa keras ku simpan dan tahan
            Kini sudah saatnya,
            Ku perlihatkan pada dunia,
            Luka yang belasan tahun ku simpan
Ketika seluruh dunia tau
Hatinya tak tersentuh sedekitpun
Ironis bukan?
Memang malang nasibku
            Aku hanya bisa merindu
            Saat dimana kau menjagaku
            Kasih yang melimpah ruah padaku
            Kini tinggal kenangan
Semakin lama kau berbeda
Semakin dewasa kau semakin bodoh
Kau acuhkan aku
Meski kau tahu,
Kau sangat membutuhkanku dalam hidupku
            Akulah alam
            Yang dulu kau sayang
            Dan kini kau buang.         

Blitar, 24 Januari 2017                                                                                      

NIGHTMARISH ~ cerpen



NIGHTMARISH
Aku masih marah padanya. Bagaimana mungkin aku memaafkannya setelah pernyataanya tadi malam. Dengan mata penuh binar kebahagiaan , kukira dia akan memberiku kabar  bahagia. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, dia akan pergi pagi ini. Aku tahu, itu adalah keinginanya sejak pertama kali mengenalnya. Lalu, apakah dia tidak memikirkan diriku yang tinaggalkannya ditempat seperti ini. Karna aku yakin dia pasti akan melupakanku, dan mustahil bagiku untuk dapat bertemu denganya lagi.
Lama –lama aku bisa gila jika terus memikirkan dirinya. Aku bodoh sekali, memikirkan seseorang yang sama sekali tidak memikirkanku. Kakiku kubiarkan berjalan tanpa arah, dan akhirnya berhenti di depan sebuah  ayunan tua, yang dengan cuma – cuma menjadi saksi bisu kehidupanku ditempat ini. Bahkan kedua orang tuaku sama sekali tak bisa melihatku tumbuh dewasa lalu bagaimana mungkin bisa melihat kehidupanku ditempat terkutuk ini.
Perasaanku kini  tercampur aduk seperti adonan roti. Hatiku ingin sekali menemuinya tapi otakku melarang keras menemuinya. Dan disinilah aku duduk di ayunan tua seraya menatap punggungnya dari kejauhan. Dia sudah mempersiapkan semuanya ternyata, dua tas besar tergeletak disamping tubuhnya, memakai pakaian rapi , tak dapat ku lupakan pancaran kebahagiaan yang tergambar jelas meski aku tak bisa melihat wajah nya. Tak berselang lama, sosok sepasang insan manusia menghampirinya. Saling berpelukan, manis bukan. Jangan ingatkan aku lagi, mereka akan membawa dirinya jauh padaku. Sesak dadaku melihatnya, dirinya berpelukan dengan kebahagiaan barunya, hingga tak menyadari sosokku yang mengamati lekat dirinya sejak  tadi.
Pelukan itu perlahan merenggang dan terlepas. Sosok pria yang tadinya berpelukan denganya mengambil alih dua tas di samping dirinya. Jangan!! Kumohon berikan aku waktu sehari saja untuk bisa memanfaatkan waktu terakhir yang kumiliki untuknya, batinku berteriak. Ku gelengkan kepalaku berulang kali. Tak bisa! , aku tak bisa bertindak egois. Tapi hatiku tak mampu melepaskanya. Dadaku sesak , aku ingin bersamanya tapi apalah daya aku tak berhak melarangya menghampiri kebahagiaan yang sudah menunggu hidapannya. Sesesak dadaku, kini pipi ku mulai memanas. Tidak , aku tidak bisa menangis di hari kebahagiaanya. Kini, tak hanya pipiku yang memanas, kedua mataku ikut memanas, hingga cairan hangat itu mulai peluncur dari pelupuk mataku. Ku pejamkan mataku, alih- alih untuk menghentikan air mata ,  yang terjadi justru hal yang akan ku hindari. Kedua bahuku bergetak hebat, gigiku melai gemeletuk, lama kelamaan isakan ku mulai terdengar keras.
Mereka , sosok yang sejak tadi menjadi pusat penglihatanku, kini menjadikan ku objek perhatianya, mungkin karna mendengasr isakan memalukan ku. Tak bisa ku elak , dirinya juga ikut menengok kearahku , keningnya berkerut ketika mendapati diriku menangis sesenggukan. Aku yakin, dia tidak menyadari alasan ku menangis seperti  ini. Dasar bodoh. Tatapan nya kini semakin dalam padaku menusuk kedua pupil mataku. Jangan menatapku seolah olah aku seorang pencuri. Tatapan itu tak lepas dari ku. Membuat dadaku semakin sesak. Amarahku bergemuruh di didadaku.
Aku berlari menyusuri lorong lorong sepi. Sedetik setelah aku memalingkan wajahku duluan setelah memutuskan tatapan nya dari mataku. Aku tak kuasa lagi berlari mengindari kenyataan bahwa aku tak ingin berpisah denganya. Pandanganku mulai buram , lagi lagi air mata ini terjun bebas di pipiku. Kedua tanganku membekam mulutku sendiri. Aku tak ingin seorangpun terganggu dan terbangun dari tidurnya karna suara isakanku. Berulang kali aku terjatuh karna tak bisa menyeimbangkan tubuhku lagi. Tapi aku masih memaksa raga ini untuk membawaku kekamarku yang berada di ujung lorong.
Ku buka paksa pintu kayu tuga dengan debu yang melapisinya.  Berlari masuk  dengan tergesa gesa, dan berakhir menjatuhkan tubuku di sudut ruangan ini. Menekuk lututku sembari menenggelamkan wajahku dalam lekukan lutut. Sudah lama aku tak menangis, setelah kejadian itu. Kali ini, aku benar benar sendiri. Tanpa seorang pun yang menemani hariku, tak ada yang mau. Aku tak peduli dengan siapapun. Itulah mengapa aku sama sekali tak memilik teman , dan hanya dia yang bertahan dengan sifatku  ini.
******
Sekilat cahaya terang menusuk kedua mataku yang masih terpejam. Dari sela sela tirai jendela cahaya cahaya itu berusaha menerobos masuk. Inilah hidupku yang baru dunia yang baru dimulai beberapa tahun lalu. Keluarga baru. Suasana baru , tak ada lagi dinding suraam ,tak ada lagi tempat dengan aura yang mencekam. Ruangan ini sangat berbanding terbalik dengan yang ku tinggali beberapa tahun silam. Dinding bewarna biru dengan banyak hiasan mewah menghiasi kamar baruku.
Ku turuni satu persatu anak tangga menuju ruang makan. Rumah yang begitu sempurna, yang bhakan tak terbayang dalam mimpiku. Karna aku benci berharap. Keluarga yang sempurna, batinku. Syukurlah mungkin dia juga mendapat hal sama yang aku dapatkan. Semua keluarga menyapaku. Aku hanya menarik sedikit sudut bibirku keatas. Aku tak ingin berharap lebih. Bayang bayang bahwa aku sekedar anggota keluarga baru ­­– atau bahkan hanya dianggap menumpang , membuat kesadaranku kembali.
Disini aku duduk diantara keluarga yang jauh dari bayanganku. Aku senang tapi mungkin aku tak bahagia, dua kata itu memiliki makna yang berbeda menurutku.­ Aku masih terasa terasingkan , wlau sesungguhnya mereka sama sekali tak membahas masa laluku. Sosok yang paling di segani di rumah ini adalah kepala keluarga –bernama Adirama Dewanta. Kedua, kini aku memliki ibu –mama Santia Riani Dewanta , mama yang baik padaku jauh dari ekspetasiku ketika pertama kali memasuki bangunan megah ini. Jangan lupakan dua orang yang membuatku merasa tidak enak karna aku takut dianggap pengganggu. Mereka adalah kakak sulungku, Sarah Diba Dewanta –seorang wanita yang anggun dan pintar memikat lawan jenis , membut ku selalu berdecak kagum melihat mantan dan pacarnya yang berwajah sangat tampan –tidak terlalu tampan –aku menyayanginya tapi aku takut. Aku masih memiliki kakak kedua, bernama Ardiano Zayn Dewanta. Kami bertiga masih sekolah di sekolah yang sama –Senior High School –sekolah dengan fasilitas yang sempurna.
Sayangnya , jika semua orang berfikir aku akan menyatakan pada dunia bahwa aku adalah anak bungsu keluarga Dewanta. Maka maaf , aku bukan orang seperti itu ,karna sejatinya anak angkat hanyalah anak angkat selamanya seperti itu. Di sekolah pun sama, aku tak memiliki seorang pun teman, karna selama ini hanya dia lah temanku. Aku adalah target  bully  yang sempurna,sejak memasuki  Junior High School. Semua ini terjadi karna kepribadian yang kumiliki, terlalu pendiam dan penyendiri. Walau aku selalu mendapat juara kelas bahkan sampai Olimpiade, namun nyatanya tak dapat merubah apapun.
“Sya , nanti kamu pulang jam berapa ?” ,tanya suara serak dan dingin, itu suara  Papa seraya mengaduk teh susunya di depanya –tanpa memandangku. Miris bukan.
“emm.... jam satu siang”, sahutku dengan menundukkan kepalaku. Perasaan yang membawaku kembali ke alam sadarku –anak angkat.
“pulanglah cepat nak, nanti malam ada acara makan malam”, kukira yang akan membalas pernyataanku adalah suara tegas nan keras , namun ternyata adalah suara halus dan lembut. Ku angkat wajahku menghadap pemilik suara lembut ini, Mama. Terima kasih ma, hatiku teriris mendengar batinku yang menyatakan perasaanya.
“baiklah....” , ku suguhkan senyumku , senyum tulus. Membuat pergerakan tangan Kak Dion yang hendak menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutnya terhenti. Matanya menatapku lekat. Hingga kedua sudut bibirnya tertarik keatas tanpa Kak Dion sadari. Melihat itu akupun ikut tersenyum kearahnya.
Malam ini aku terpaksa tak menghadiri acara makan malam keluarga ku bersama teman lama Papa. Aku harus menginap dirumah teman sekelasku untuk mengerjakan tugas kelompok. Walau aku sudah memohon pada guruku bahwa aku mampu mengerjakan tugas itu sendiri, guruku tetap memaksaku. Tak ku kira, makan malam itu memilik makna terselubung , yaitu perjodohan Kak  Sarah dengan anak teman Papah. Huh, sangat beruntungnya laki laki itu mendapatkan Kak Sarah yang sempurna dengan hati baik. Pastinya lelaki itu juga lelaki baik, karna kau percaya orang baik jodohnya orang baik begitu pula sebaliknya.
Perjodohan itu diawali dengan acara pertunangan , yang dilaksanakan minggu depan. Sangat tergesa gesa , karna  baru seminggu yang lalu kelas dua belas selesai menunaikan ujian nasional. Semua orang dirumah ini sibuk mempersiapkan acara pertunangan itu. Kukira Kak Sarah akan meminta pertunangan ini dilaksanakan di gedung mewah. Tapi, pertunangan ini dilaksanakan di Bukit yang di penuhi Villa kepemilikkan keluarga besar Dewantara. Bayangkan akan seperi apa romantisnya mereka berdua. Membuatku terkikik geli. Meski aku belum mengetahui nama dan wajahnya, karna ini hukuman dari Kak Sarah karna tak menghadiri acara makan malam ini.
******
Dunia terasa seperti sudah termakan waktu. Nanti malam adalah hari dimana Kak Sarah akan bertunangan. Dan , aku di paksa untuk menyanyikan sebuah lagu di iringi dengan dentingan piano. Sudah lama aku tak pernah menyentuh benda itu, lalu bagaimana mungkin aku bisa memainkanya. Ditambah lagi dia baru memberitahuku pagi tadi. Sedangkan malam ini aku harus menampilkan sebuah lagu.
Di tengah hamparan rerumputan hijau , sebuah panggung kecil terletak di bagian ujung , bagian tas panggung itu di buat seperti gerbang dengan rangkaian bunga yang sangat indah. Bau harum  mawat menusuk hidungku ketika memasuki gerbang bunga pertama. Bangku bangku bundar berbalut kain putih , sangat cantik. Para tamu sudah mulai berdatangan. Aku memilih sedikit menjauh. Ku duduk kan tubuhku di bangku usang tepat di depan sebuah danau.  Tak bisa berbohong, aku sedikit penasaran dengan siapa yang akan menjadi tunangan kakakku. Semoga saja dia pria yang baik.
Sebuah suara menginstrupsi lamunanku, suara si pembawa acara. Acaranya akan dimulai tenryata. Baiklah, aku akan kesana nanti. Rasa nyaman duduk di tempat ini membuatku enggan beranjak. Air yang tenang seakan ikut membuat perasaanku menjadi tenang. Perasaan gugup karna harus menyanyika sebuah lagu diacara ini membuat nyaliku ciut. Alih alih merasa nyaman. Kini , aku merasakan sebuah tepukan di bahu telanjangku. Ku edarkan pandanganku kesamping. Sesosok pria mungkin seusia Kak Sarah memakai tuxedo putih dengan jas hitam , sangan maskulin. Dia tersenyum menatapku.
“kenapa duduk disini?”, suara serak itu bertanya padaku.
“mencari angin” , sahutku singkat dan cuek. Bukankah kalian sudah tahu kalau memang ini sifatku –sulit bergaul. Ucapan itu terlontar begitu saja tanpa memikirkannya dengan otakku.
“hah? Kau bodoh ya... kau sedang berada di tempat terbuka “, benar dugaanku. Inilah akibatnya . dikatai sebagi orang bodoh. Padhahal,dirinya sama sekali belum mengenalku.
Diseretlah tanganku menuju acara pertunangan itu. Tepat saat seorang pria yang berpakaian hampir sama dengan pria yang menyeretku, hendak memasangkan sebuah cincin pada jari manis Kak Sarah. Namun terhenti, karna pria yang menyeretku meneriakiku karena aku berjalan lamban –menurutnya. Semua orang kini menatap ku, dengan berbagai mata. Ingin rasanya aku tenggelam dalam danau, ini semua gara gara pria penyeret gila.
Kak Sarah memanggil namaku. Membuatku mendongak menatapnya, jangan memarahiku, marahi saja pria gila yang berteriak ini. Pupil mataku melebar , dan tubuhku  langsung memaku di tempat. Wajah itu , mata itu, miliknya –priaku , satu satunya temanku, satu satunya yang menetap dalam hatiku meski sudah bertahun tahun terpisah. Namun sedetik kemudian tatapan mataku berubah sendu dan rindu, tubuhku mulai melemas, kakiku terasa seperti jelly, sehingga rasanya tubuhku akan limbung. Pria itu menatapku lekat,tatapanya begitu dalam, entah apa  yang tersirat dalam kedua matanya, semua tak terbaca olehku. Ku lihat dia juga sama terkejutnya denganku.
Suara tegas milik Papa memintaku naik ke atas panggung. Saat ini, identitasku akan di bongkar. Ku harap kalian tidak penasaran. Ku lirik pria yang ada di sebelah Kak Sarah, dari sekian banyak pria tampan yang di ciptakan Tuhan kenapa harus pria ini yang menjadi kakak iparku. Haruskah selamanya aku akan menjadi adiknya. Tak untuk selebihnya. Aku sama sekali tak pernah berharap lebih.
“.....perkenalkan ini putri bungsu saya , bernama Arsya Adira Dewanta.....”, sederet kalimat panjang milik papah yang terlalu baku , seperti basa basi. Hanya bagian intinya saja yang organ pendengaranku tangkap.
 Aku hanya tersenyum kikuk ketika semua orang mentapku. Aku seperti baru kepergok berciuman,teman pun aku tak punya ,mana mungkin aku memiliki seorang kekasih untuk berciuman. Walau aku sangat menginginkan hla itu. Mengingat kata kekasih membuat pandangan ku teralih pada sosok yang akan menjadi sepasang kekasih. Pria itu tersenyum tulus dengan si wanita, seperti senyuman yang dulu hanya milikku dan untukku. Setelah sekian lama tak bertemu. Menyapaku pun tidak , sekedar menarik kedua sudut bibirnya padaku tak ia lakukan,sebegitu beratkah senyuman tipis untukku. Aku tak meminta senyuman tulus seperti yang ia berikan untuk Kakakku. Hanya senyuman tipis, tidak lebih.
Suara si pembawa cara menarikku kemali ke alam nyata. Ku alihkan pandanganku menatap sebuah piano putih di bagian paling belakang panggung tepat sejajar dengan posisi bulan malam ini, malam yang sempurna namun tidak untuku. Ku pejamkan kedua mataku, helaan nafas mengiring langkah untuk menduduki kursi di depan piano putih itu. Kedua iris mataku menatap sepasang kekasih yang tersenyum disela sela tawa mereka, aku juga ingin seperti itu.
Malam ini menjadi saksi bisu akhir sebuah rasa yang terpendam dalam hati, tanpa siapapun tahu dan peduli. Biarlah namanya tetap terpatri dalam hati, hingga Tuhan menghapuskan nama itu , dan menggantinya dengan yang lebih baik. Jari jari lentikku memulai sebuah lagu. Hatiku sudah menuntunku untuk menyanyikan lagu ini, padamu untuk terakhir kali. Alunan lagu yang ku nyanyikan masih belum dimulai , tapi riuh tepuk tangan menggema ditelinggaku.
Suara hewan malambersahutan dengan dentingan piano ini. Priaku, cintaku, dan satu satunya yang ku rindu, Alfatah Zaidan Handriansyah. Ku berikan dirimu sebuah lagu. Meski kau takkan tau apa yang ku maksudkan. Bertahun tahun mempertahankan satu nama dalam hati ,bukan perkara yang mudah. Bertahun tahun mencoba menggali kenyataan sebenarnya atas dirimu padaku. Malam ini semuanya telah terjawab, seperti sebelumnya. Aku hanya gadis kecil yang merindukanmu, yang kau anggap hanya sekedar adik. Tak  lebih.
I will leave my heart at the door
I won’t say a word
They’ve all been said before
So why don’t we just play pretend
Like we’re not scared of what’s coming next
Or scared og having nothing left
                Ku lihat punggung dari belakang , sayang. Pantaskah hatiku memanggilmu sayang setelah aku menjadi tunangan kakakku. Tangan mu, tangan yang aku rindu untukmengusap rambutku, dulu. Kini tengah menyematkan sebuah cincin pada jemari wanitamu, kakakku.  Cincin yang mengikat kalian.  Semoga ini adalah yang terbaik dari semua pilihan baik, yang dipilih olehku. Ku tinggalkan perasaan ini tepat di pintu , pintu hatimu yang tengah tertutup tanpa celah sedikitpun untuk membiarkan diriku masuk. Aku membiarkan semua terjadi seperti yang diminta Tuhan. Tanpa satu kata sebgai wujud penolakan atas semua yang terjadi.
                
               Now, don’t get me wrong
   I know there is no tomorrow
   All i ask is....
Untuk hari terakhir aku merindukanmu, setelah bertahun rindu ini menyiksaku. Mengikis  sedikit demi sedikit rasa percayaku, bahwa dirimu akan menyisakan satu ruang hati untuk ku isi. Sekarang , jangan salah paham. Setelah semua penantian ini, aku tak menuntut apapun. Segenap yang ku pinta untukmu, hanya sekali , yang mungkin menjadi yang terakhir kali. Aku melihat, pancaran kebahagiaan  dari wajah kakakku ketika dirimu menyematkan cincin itu di jarinya. Aku tak ingin menghancurkan kebahagiaan orang lain, meski pun mengorbankan kebahagiaanku sendiri.
If this my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend
Give me a memory i can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
Cause what if never love again
Ini akan menjadi malam terakhir ku bersamamu, salah, ini adalah malam terakhir aku menghembuskan cintaku padamu. Karna kau takkan pernah bisa bersamaku, selaknya kini kau bersama kakakku. Aku ingin meminta hanya satu saja, peluklah aku dan genggam erat tanganku, melebihi dari seorang teman. Karna persaaanku padamu juga melebihi seorang teman. Pelukan seperti beberapa tahun silam , apakah tanganmu masih sehalus dulu, apakah deru nafasmu akan tetap sehangat dulu. Aku ingin menginggat itu sebagi kenangan terakhir setelah jutaan kenangan sebelumnya.
                I don’t need your honesty
It’s alreday in your eyes and i’m sure my eyes , they speak for me
No one knows me like you do
And since you’re the only one the matters, tell me who do I run to?
Aku sudah tak butuh kata yang terlontar dari mulutmu untuk menenangkan hatiku, seperti dulu. Aku melihat semua kejujuran dimatamu, karna mata takkan pernah bisa berbohong. Hanya dirimu seorang yang tahu siapa aku dan masa laluku. Kau membuatku tenang dan nyaman sehingga aku lupa akan posisi dalam hidupmu, pemeran sampingan atau justru figuran. Ketika tokoh utamanya datang, maka semua akan berakhir indah tapi belum tentu untuk tokoh sampingan itu.
.................
Let this be our lesson in love
Let this be the way we remember us
I don’t wanna be cruel or vicioud
And I ain’t asking for forgiviness
All I ask is....
Lagu ini terus mengalir bersama dentingan piano hingga larik terakhirnya. Lagu berjudul All I Ask , karya Adele mengahantarkan sepasang kekasih yang berciuman di malam penuh kerinduan. Tidak ada lagi kata  kata aku mencintaimu bahkan aku masih mencintaimu. Meski lagu ini tak senada untuk di bawakan di acara pertunangan kalian  tapi  ku harap dengan lagu ini bisa sedikit mneyentil hatimu. Biarlah kita berjalan pada jalan yang di  tunjuk oleh Tuhan. Berbahagialah bersama kakakku. Dia wanita yang cantik dan baik, jangan kecewakan dia. Aku percaya dia bisa membahagiakan mu. Begitu pula dirimu, kau adalah pria terbaik yang pernah kukenal selama ini.
Aku sudah menyelesaikan lagu ini. Semua mata menatapku penuh tanda tanya, tak ada seorangpun yang tau aku bisa memainkan alat musik bernama piano. Keluargaku melihatku dengan terkejut, aku yakin setelah ini Mama dan kakak lelaki ku akan menanyaiku banyak hal. Aku berjalan dengan menunduk menuju meja dimana keluarga besarku duduk.

“hebat..”             “wow..”      "amazing"

Kata kata seperti itulah yang tertangkap ditelingaku. Entahlah aku tidak terlalu peduli dengan apa yang di katakan orang, entah pujian atau cemohan. Aku merasakan ada  sesorang mencolek pinggangku. Kutolehkan kepalaku kesampingku, untuk melihat siapa yang mencolekku.
“aku tak tahu kau pintar bernyanyi sekaligus bermain piano?” , sudah kuduga, Kak Dion. Kak Ardiano lebih sering di panggil kak Dion,lebih ringkas.
Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan nya.
“ mari, kita berfoto terlebih dahulu”, aku menengok untuk melihat suara siapa yang mengintrupsi kami. Itu adalah suara milik tunangan  Kak Sarah, Alfa. Kami semua mengangguk bersamaan dan berjalan ke atas panggung.
Ketika sampai dia tas panggung, Sang fotografer mulai menata dimana nantinya kami berdiri. Dan aku diminta berdiri diantara Kak Sarah dan Alfa. Karna aku terlihat lebih pendek dari mereka semua, aku hanya memakai high heels setinggi 3 cm. Posisi yang sangat menyiksaku. Berdiri diantara orang yang ku cintai dengan orang yang dicintainya, terlihat begitu menyiksaku. Perasaanku serba salah, ditambah Alfa terlihat seperti orang yang baru mengenalku, amat menyesakkan. Setelah beberapa sesi pemotretan aku undur diri , kami lebih tepatnya. Memberikan ruang untuk sepasang kekasih itu melakukan sesi foto yang lebih romantis.
Sesi foto pertama mereka terlihat biasa , walau masih tetap membuat dadaku terasa nyeri. Aku masih mampu menahan air mataku agar tidak meluncur begitu saja. Hingga sesi foto kedua membuat sebutir air mata ku lolos begitu saja, berciuman itulah yang tengah terjadi di tengah panggung. Sungguh aku tak bisa mengelak rasa sakit di dadaku, riuh sorakan dari para tamu membuatku lega setidaknya tidak ada yang menyadari kalau aku menangis,walau hanya sebutir. Tak kali ini, air mataku mulai menumpuk lagi di ujung pelupuk mata. Tak boleh ada yang tahu, maka dari itu akau harus pergi dari tempat ini.
Aku sudah biasanya dengan kegelapan, dan kesendirian. Meski hari sudah begitu gelap, bermodalkan rasa sakit dan cahaya rembulan, aku berjalan menyusuri bagian belakang panggung ini, mencari tempat untuk menenangkan diri. Gaun putihku dengan ekor panjang ku angakat hingga sampai  lututku. Kaki kakiku menggiringku berjalan menuju sebuah danau, danau yang ku kunjingi tadi. Aku bersimpuh diatas rerumputan hijau, menekuku lututku dan menyembunyikan wajahku di sana. Tangisku pecah di sini, sungguh hati aku ingin berteriak untuk sekedar melepas beban berat di pundakku, tapi tentu saja tak ku lakukan karan akan menggangu mereka.
Aku rindu senyumanmu. Aku menyukai mu tanpa syarat. Hingga rasa suka dan kagum akan caramu memandang dunia, berganti menjadi rasa cinta , rasa ingin memiliki. Andai aku sanggup, sudah cukup aku membahasmu, air mataku beserta isakanku tak mau berhenti. Aku rindu pelukanmu, wlau sekedar pelukan teman. Aku ingin mengulang masa masa kecilku. Rasa ini membuatku tak ingin dewasa biarlah aku menjadi anak anak melepas tawa bersama tanpa ada rasa yang nantinya kan menyiksa.
Sebuah tangan halus mengelus rambutku, aku terkesiap di tempat yang sepi dan gelap tangan siapakah ini yang dengan lancangnya mengelus rambut panjangku.  Rasa penasaranku lebih besar di banding rasa takutku, toh aku ini pernah juara tiga taekwondo Nasional. Ku dongakkan kepala ku keatas. Yang kulihat hanya byangan gelap seorang pria yang tegap , cahay bulan menyela tubuhnya sehingga membuatku tak dapat melihat sosok ini. Namun sebuah suara membuatku yakin bahwa sosok di depanku ini benar benar manusia.
”Kau memang wanita yang baik..” , suaranya membuatku dua kali lebih yakin bahwa sosok ini bukan pria tua melainkan pria yang ku taksir berusia sama seperti Alfa, mengingat kata Alfa hatiku berdenyut nyeri. Aku tahu dia memberi jeda dalam ucapanya, untuk menarik nafas mungkin.
“kau tahu, wanita yang baik adalah wanita yang tidak pernah merebut kebahagiaan wanita lain meski kebahagiaanya menjadi taruhanya, dan kau memiliku itu”, ditengah malam dan di dekat danau ada seseorang yang memujiku, apakah Tuhan mengirim pria ini untuk menghibur gadis malang seperti aku.
“itu?” , kata itu yang ia sampaikan kuartikan dalam banyak hal. Bagi kalian para wanita pasti kalian akan tau beberapa banyak makna ‘itu’.
“hati yang tulus”, sosok yang berdiri tegap kini sedikit menunduk padaku. Semakin menunduk , hingga sebuah semburat cahaya bulan membuatku dapat melihat sedikit wajahmu, meski hanya kedua matanya. Matanya sangat indah seperti elang, pupil matanya yang bewarna hijau, kali ini aku yakin wajah pria ini tampan sesuai dengan mata yang ia miliki.
Mulutku hendak ku buka, untuk melontarkan sebuah kalimat namun sesuatu menahanya. Jari telunjuk pria ini di tempelkan di bibirku yang hendak berucap. Aku masih terpaku dengan mata itu. Entah mengapa pandangan kami saling terkunci.  Aku bungkam dan bibirku mendadak kelu hendak mengatakan apa lagi. Masih dengan dengan jari yang mengantung diatas bibirku, pria itu semakin menunduk dan akhirnya berjongkok didepanku
  percayalah , kau adalah gadis yang baik dan kau akan mendapatkan yang terbaik, yang perlu kau lakukan sekarang adalah membuka hatimu, dan membiarkan Tuhan mendatangkanya dalam hidupmu untuk menggantikan sosoknya dihatimu. Tapi kau harus mencarinya, ......... dia akan mendatangimu..”, suara nya begitu tegas dan menenangkan, kedua matanya beralih menatapku sendu bukan lagi tatapan elang yang tajam.
Ku resapi setiap kata yang diucapkanya padaku.  Ku pejamkan mataku berharap Tuhan akan memberiku sedikit clue dari semua pertanyaan yang bergelayut di otakku. Jantungku berdegup kencang ketika sebuah benda dingin lembab dan kenyal menyentuh keningku. Benda kenyal itu lama sekali menempel di keningku. Seseorang telah mencium keningku!. Seratus persen aku yakin pria di depanku lah yang menciumku, jika bukan dia siapa lagi.
Keringat dingin mulai mengucuri tubuhku. Ku rasakan semua rangka anggota gerakku sulit ku gerakkan. Suara gigi yang saling bergemeletuk membuatku yakin bahwa itu adalah gigiku yang sedang kedinginan. Eh kedinginan? Ya, aku merasa ditempat yang sangat dingin. Untuk mencoba menggerakkan tubuhku rasanya sulit  sekali.
“apa kau yakin dia baik – baik saja?”, tanya seseorang entah suara milik siapa itu. Ruangan ini begitu gelap. Aku ingin melihat siapa pemilik suaraa itu.
Sebuah siulet cahaya datang padaku. Aku mencoba menjangkau cahaya itu, karena aku ingin keluar dari ruangan gelap ini. Ku susuri semua tempat gelap ini.  Hingga sebuah ruang dengan penerangan terlalu tinggi membuatku menerjapkan mata ku. Apakah aku tertidur? Lalu pertunangan kak Sarah? Pria masa laluku? Sosok pria yang mencium keningku?. Hah! Jika semua ini mimpi lalu mengapa terasa sangat dan terlalu nyata.
“hai, sayang kau sudah bangun?”, pertanyaan entah milik siapa. Membuatku menoleh, seorang wanita paruh baya duduk disisi ranjang. Ranjang ? aku tak tahu.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
Hingga aku mendengar suara ribut dari arah pintu. Membuatku menoleh ke pintu. Dua sosok pria mendatangiku, dan tersenyum namun yang satunya menatapku datar. Seseorang yang tersenyum wajahnya nampak tak asing dimataku, dan dalam hitungan tiga detik aku tahu dia adalah masa laluku, pria yang menjadi tunanganku. Mataku beralih ke sosok berwajah datar di sampingnya, aku terkejut melihat matanya mata yang mirip tidak itu mata yang sama seperti sosok pria yang mencium keningku. Masih dengan keterkejutanku sebuah suara menjawab semuanya.
“kenalkan ini Alfa dan ini Zafran..” , wanita paruh baya itu menunjuk Alfa dan si pria berwajah datar itu.
“semalam   kami menemukan mu pingsan di gendongan Zafran , tubuhmu mengginggil hebat dan juga kau demam. Akhirnya kami membawamu di rumah kami..”,tangan wanita itu terulur untuk mengusap rambutku.
Digendong oleh seorang pria?, astaga aku benar benar tak menduga. Lalu, dimana keluargaku yang lainya, mengapa mereka tak ada disin.
 “ keluargamu ,mereka ada di bawah untuk istirahat setelah membereskan sisa acara pertunangan tadi malam”, Wanita paruh baya itu seakan bisa membaca apa yang aku pikirkan, semacam seorang cenayang. Detik selanjutnya , wanita itu beranjak keluar dari ruangan ini.
“ Syukurlah kau baik baik saja” , Alfa menghampiriku dan memelukku erat. Pelukan ini masih terasa sama seperti dulu. Hanya tanganya sekarang lebih kekar dan dada yang kini lebih bidang sehingga membuatku terasa dua kali lebih nyaman. Oh , aku harus ingat dia sudah berstatus kekasih kakaku sejak semalam.
 Membayangkan ini saja aku tak sadar bahwa kedua sudut bibirku ke tarik keatas. Hingga Alfa pergi dari kamar karna sebuah panggilan dari kak Sarah. Kini tinggal aku dan Zafran , pria itu mengatakan bahwa ‘dengarkan perkataanku semalam’. Dan dia ikut beranjak pergi meninggalkan aku. Dan aku tetap sendiri merenungi  semua yang terjadi. Potongan potongan kejadian berdatangan secara acak di otakku.  Aku berjalan menuju balkon kamar, disana di bawahku keluargaku dan keluarga Alfa sedang berkumpul menikmati secangkir teh masing masing. Aku tersenyum aku mendapat kan kesempatan berada diantara merkea meski sebagai pemeran cadangan. Ini masih sebuah awal tidak ada akhir dalam setiap kisah hidup seseorang sebelum kematian datang.